Pages

Tuesday, March 25, 2014

K3 Dalam Peledakan

K3 Dalam Peledakan



Beberapa perusahaan pertambangan yang melakukan peledakan untuk menghasilkan fragmentasi batuan overburden, dan menggunakan Nonel sebagai inisiasi systemnya tentu tidak asing dengan istilah misfire. Hal ini berhubungan dengan system Nonel yang tidak mempunyai kontrol terhadap misfire kecuali dengan melakukan penyambungan secara benar dan finalcheck dengan teliti. Dengan kata lain, proses kontrol dilakukan secara fisik oleh seorang juru ledak.

Berbeda bila menggunakan system elektrik ataupun system dengan teknologi muktahir yakni elektronik, misfire dengan mudah dapat dicegah bahkan sebelum blasting mechine ditekan. Kedua system ini memiliki alat untuk mendeteksi apakah sambungan antara surface delay dengan surface delay atau dengan inhole delay telah tersambung dengan benar. Jadi, pada kedua metode ini, misfire yang disebabkan oleh human error tidak tersambung-bisa dicegah sedini mungkin. Adapun bila misfire terjadi pada system ini, boleh jadi dikarenakan oleh hal lain, seperti kegagalan detonator, atau terjadinya kerusakan (putus) setelah pengecekan atau analisa akhir dilakukan.

Mengapa misfire harus dicegah? Misfire yang terjadi mengakibatkan dua hal penting. Pertama berhubungan dengan keselamatan kerja, misfire sangat berbahaya bila terjadi dan tidak diketahui, apalagi bila misfire tidak ditemukan. Bahayanya adalah apabila Nonel, detonator, atau booster terkena oleh alat gali, atau dozer yang mungkin tengah bekerja di lokasi hasil suatu peledakan. Tentu saja fatality dan kerusakan berat pada alat adalah potensi paling tinggi bila lubang misfire meledak dengan sendirinya akibat gesekan, hantaman dari bucket atau blade alat berat tersebut.

Kedua adalah proses loss -kehilangan waktu produktif-, karena dengan terjadinya misfire maka alat-alat produksi harus tetap berhenti bekerja menunggu proses hingga juru ledak dapat mengontrol lubang-lubang misfire tersebut. Keputusan untuk penembakan kedua pada lubang-lubang misfire, tentu semakin menambah hilangnya waktu produksi. Dan bila dihitung, maka dalam semingu, satu bulan, atau setahun, maka kehilangan waktu tidaklah sedikit jumlahnya.

Beberapa tambang-tambang di Indoensia ataupun Australia, masih menggunakan metode yang biasa disebut final check. Metode ini adalah proses pengecekan sambungan antara inhole delay dan surface delaysebelum penembakan (firing) dilakukan. Final check dilakukan oleh satu orang atau lebih, dilakukan dengan berjalan dari baris pertama hingga baris terakhir, mengamati sambungan secara satu persatu. Cara ini cukup effektif bila pelakunya mengerjakannya dengan tenang, teliti, dan benar. Karena kelalaian dalam mengamati sambungan akan berakibat misfire. Juga cara ini cukup efektif bila dilakukan pada jumlah sambungan atau jumlah lubang yang tidak terlalu banyak (100 - 300 lubang). Bagaimana bila lubang ledak berjumlah lebih dari 600 lubang atau lebih?

Data misfire yang disebabkan oleh kegagalan sambungan (unconnected human error) di tambang batubara terbesar di Kaltim menunjukan: pada tahun 2005 telah terjadi 8 kali misfire dari sekitar 400.000 sambungan (1:50.000) dan akhir Agustus 2006 terjadi 9 kali misfire dari 350.000 sambungan (1:38.888). Data misfire ini relatif bagus bahkan bila dibandingkan dengan tambang-tambang di luar negeri yang menggunakanNonel system yang sama.

Namun demikian hasil continous improvement menunjukan bahwa misfire akibat kegagalan sambungan masih bisa diperkecil atau bahkan ditiadakan. Metode baru pun telah dibuat dan diterapkan sejak September 2006 di tambang tersebut. Metode ini tidak berbeda dengan metode sebelumnya, hanya prinsipnya saja yang berubah.

Pertama, pengecekan sambungan dilakukan oleh orang yang melakukan penyambungan itu sendiri. Tidak dibebankan kepada orang yang melakukanfinal check seperti pada metode sebelumnya. Konsekuensinya, orang yang melakukan penyambungan haruslah seorang juru ledak yang kompeten dan bertanggungjawab penuh terhadap sambungan yang dibuatnya. Sambungan harus 100% benar sebelum ia melanjutkan untuk menyambung pada lubang berikutnya.

Kedua, memberi tanda pada sambungan sebagai identifikasi bahwa sambungan telah dilakukan dengan benar dan agar mudah dikenali siapa yang melakukannya. Tanda ini meggunakan pita warna. Bila ada tiga orang yang melakukan penyambungan, maka digunakan pita dengan warna berbeda untuk masing-masing orang. Ini sangat membantu pada proses investigasi bila misfire terjadi. Akan mudah diketahui siapa yang melakukan penyambungan di lubang tersebut. Jelas ini berbeda dengan metoda sebelumnya dimana tidak mudah untuk mengetahui siapa yang melakukan sambungan sebelumnya bila misfire terjadi.

Ketiga, final check dengan hanya melihat pita warna pada sambungan dan meletakkan pita warna yg berbeda pada lubang yang telah dilewatinya sebagai tanda bahwa orang kedua telah melihat lubang tersebut telah disambung. Keuntungannya adalah juru ledak dapat melakukan final checkdengan cepat dan mudah. Bila juru ledak melihat lubang tanpa pita warna, berarti sambungan belum ada dan dia bisa melakukan sambungan pada lubang tersebut. Oleh karena itu, berapapun jumlah lubang yang akan diledakan, juru ledak akan dengan mudah melakukan final check tanpa terjadi dua kali atau lebih pengecekan pada satu lubang ledak.
Data terakhir dengan melaksanakan medote baru ini menunjukan hanya terjadi sekali misfire dari 187.000 sambungan. Misfire yang terjadipun dapat dengan mudah dideteksi siapa pelaku penyambungan dan dengan demikian mudah pula untuk melakukan langkah-langkah perbaikan, baik terhadap pelaku ataupun system itu sendiri

0 komentar:

Post a Comment