CSR
Berbagai masalah timbul dalam dunia industri pertambangan seperti kerusakan lingkungan, PETI (Penambangan tanpa izin), komunikasi antara pemerintah dengan masyarakat atau antara perusahaan dengan masyarakat yang kurang baik, konflik kepemilikan lahan dan lain-lain. Masalah sosial global bidang pertambangan yang terjadi saat ini adalah kemiskinan sebagai akibat dari bagi hasil penerimaan yang tidak seimbang. Masalah lingkungan yang perlu diperhatikan oleh perusahaan yaitu masalah lingkungan hidup seperti bencana alam dan global warming.
Masalah-masalah tersebut apabila tidak tertangani dengan baik dapat menjadi bom waktu yang sewaktu-waktu justru dapat merusak eksistensi perusahaan. Di sisi lain dalam era demokrasi saat ini, masyarakat semakin mengerti dan berani menyuarakan asirasinya. Masyarakat menuntut perusahaan agar menjalankan usahanya secara bertanggung jawab dan memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan sekitarnya. Tuntutan tersebut meningkatkan kesadaran dan kepekaan perusahaan sehingga melahirkan konsep tanggung jawab sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR) dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan pertumbuhan dan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. Sehingga CSR merupakan investasi masa depan perusahaan untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development).
The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan CSR “Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large”. Artinya adalah komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak dengan etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, dibarengi dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas”.
Komisi Eropa mendefinisikan CSR sebagai kondisi dimana perusahaan secara sukarela memberi kontribusi bagi terbentuknya masyarakat yang lebih baik dan lingkungan yang lebih bersih. Definisi lain dari CSR juga dikemukakan oleh Elkington (1997) melalui bukunya “Cannibals with Forks, the Triple Bottom Line of Twentieth Century Bussiness “, dimana sebuah perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosialnya akan memberikan perhatian secara berimbang kepada 3P yaitu Profit, People dan Planet. Profit artinya peningkatan kualitas perusahaan; People artinya masyarakat, khususnya komunitas sekitar ; dan Planet artinya lingkungan hidup.
Corporate Social Responsibility (CSR) menggagas bahwa perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tanggung jawab perusahaan harus berpijak pada triple bottom lines. Elkington mengembangkan konsep triple bottom line dalam istilah economic prosperity, environmental quality dan social justice (Wibisono, 2007).
Kondisi keuangan yang baik tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan (sustainable). Keberlanjutan perusahaan akan terjamin apabila perusahaan memperhatikan dimensi sosial dan lingkungan hidup. Peristiwa konflik antara perusahaan dan masyarakat dapat menjadi bukti bagaimana terjadinya instabilitas eksistensi perusahaan karena tidak dapat memberikan perhatian yang seimbang kepada social dan lingkungan.
Tahap-Tahap Penerapan CSR
Menurut Wibisono (2007) perusahaan yang telah berhasil dalam menerapkan CSR menggunakan tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Perencanaan terdiri atas tiga langkah utama yaitu Awareness Building, CSR Assessement dan CSR Manual Building.
2. Tahap Implementasi
Tahap implementasi terdiri atas tiga langkah utama yakni sosialisasi, pelaksanaan dan internalisasi. Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi CSR khususnya mengenai pedoman penerapan CSR. Tujuan utama sosialisasi ini adalah program CSR mendapat dukungan penuh dari seluruh komponen perusahaan, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan lancar.
3. Tahap Evaluasi
Setelah program CSR diimplementasikan, langkah berikutnya adalah evaluasi program. Tahap evaluasi adalah tahap yang diperlukan secara konsisten dari waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektifitas penerapan CSR. Evaluasi dilakukan untuk pengambilan keputusan. Misalnya keputusan untuk menghentikan, melanjutkan atau memperbaiki dan mengembangkan aspek-aspek tertentu dari program yang telah diimplementasikan.
4. Tahap Pelaporan
Pelaporan diperlukan dalam rangka membangun sistem informasi baik untuk keperluan proses pengambilan keputusan maupun keperluan keterbukaan informasi material yang relevan mengenai perusahaan. Jadi selain berfungsi untuk keperluan shareholder juga untuk stakeholder lainnya yang memerlukan.
Manfaat CSR
Perusahaan juga dapat memperoleh manfaat dari aktivitas CSR.
- Mengurangi resiko terhadap tudingan negative yang ditujukan kepada perusahaan.
- CSR berfungsi sebagai tameng pelindung dalam rangka membantu perusahaan meminimalkan dampak
buruk yang diakibatkan suatu krisis
- CSR dapat mempererat hubungan antara perusahaan dengan stakeholders-nya.
- Community Development (CD) sebagai Alat untuk Menjalankan Corporate Social Responsibility
Salah satu bentuk pelaksanaan dari program CSR adalah community development (CD).
Hakekat dari pengembangan masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kemandirian dan kemampuan masyarakat (terutama masyarakat miskin) agar mau dan mampu mengakses berbagai sumberdaya, permodalan, teknologi, dan pasar dengan pendekatan pendampingan, untuk meningkatkan kesejahteraannya (Lubis, dkk, 2006),
Menurut Ife (2002), community development bertujuan untuk membangun kembali masyarakat dengan menempatkannya sebagai manusia yang saling berhubungan dan membutuhkan satu sama lain, bukan saling ketergantungan kepada yang lebih besar sehingga lebih tidak manusiawi, memiliki keteraturan menyangkut kesejahteraan, perekonomian yang luas, birokrasi, dan kemampuan untuk memilih, dan sebagainya.
Ada enam dimensi penting dari community development, yaitu:
(1) Pengembangan sosial;
(2) Pengembangan ekonomi;
(3) Pengembangan politik;
(4) Pengembangan budaya;
(5) Pengembangan lingkungan; dan
(6) Pengembangan pribadi/keagamaan.
Tujuan community development pada industri pertambangan dan migas menurut Budimanta (2005) adalah sebagai berikut:
Mendukung upaya-upaya yang dilakukan oleh PEMDA terutama pada tingkat desa dan masyarakat untuk meningkatkan kondisi sosial-ekonomi-budaya yang lebih baik di sekitar wilayah kegiatan perusahaan.
Memberikan kesempatan bekerja dan berusaha bagi masyarakat.
Membantu pemerintah daerah dalam rangka pengentasan kemiskinan dan pengembangan ekonomi wilayah.
Sebagai salah satu strategi untuk mempersiapkan kehidupan komuniti di sekitar lingkar tambang manakala industri telah berakhir beroperasi (life after mining/oil).
Budimanta (2005) menyatakan bahwa peserta program community development seyogyanya difokuskan kepada masyarakat lingkar tambang dan diutamakan kepada masyarakat yang terkait dampak langsung dari kegiatan perusahaan. Masyarakat yang terkait dampak langsung dari kegiatan perusahaan pada dasarnya merupakan gabungan komuniti-komuniti lokal yang bisa terdiri dari penduduk asli dan juga pendatang yang menetap di lokasi yang bersangkutan.
Menurut Primahendra (2004), berdasarkan aspek peran masyarakat, praktek community development dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
Development for community, dimana masyarakat menjadi obyek pembangunan karena berbagai inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dilaksanakan oleh aktor dari luar.
Development with community, dimana terbentuk pola kolaborasi antara actor luar dan masyarakat setempat sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan sumberdaya yang dipakai berasal dari kedua belah pihak.
Development of community, dimana proses pembangunan yang baik inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat.